Perbankan syariah tengah harap-harap cemas terhadap diperbolehkannya pemberlakuan skema Musyarakah Mutanaqisah (MMQ) bagi pembiayaan rumah dan kendaraan bermotor. Persoalannya, hal ini masih mengalami benturan karena skema tersebut tak memperbolehkan adanya indent bagi pembiayaan.
"Jika MMQ, nasabah tidak boleh indent. Karena nasabah menerima rumah, padahal rumahnya tak ada," kata anggota Dewan Syariah Nasional (DSN), Adiwarman Karim, kepada KONTAN, Rabu (12/6).
Skema MMQ disebut juga perjanjian pengambilalihan porsi kepemilikan rumah. Ini merupakan suatu perjanjian yang menggunakan konsep pemilikan bersama oleh bank dan nasabah.
Nantinya, nasabah melakukan pembayaran secara bertahap, sehingga porsi kepemilikan bank menjadi berkurang akibat pengambilan bertahap oleh nasabah tersebut. Namun, dalam akad MMQ ini dinyatakan bahwa dalam pengambilan porsi tersebut, rumahnya sudah harus tersedia (ready stok).
Adiwarman menyebut, skema ini sudah ada dan diakui oleh Bank Indonesia (BI). Hanya saja, skema itu memang belum diterapkan oleh perbankan syariah.
Padahal, melalui skema ini, nasabah bisa mendapatkan uang muka 20%. Ini bisa lebih ringan dibanding ketentuan BI yang telah menyamakan Financing to Value (FTV) pembiayaan bagi perbankan konvensional dan syariah di posisi 70%.
Sejak penyamaan FTV per April kemarin, pembiayaan perumahan di bank syariah tercatat turun. Salah satunya, Kredit Perumahan Rakyat (KPR) PT BNI Syariah turun sekitar 10%. Sedangkan di Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank Permata Tbk. (BNLI) pembiayaan merosot hingga 30%.
Untuk itu, demi menyelamatkan bisnis pembiayaan syariah, Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) meminta izin kepada BI untuk memberi lampu hijau terhadap skema MMQ. "Tapi yang menjadi salah satu pembahasan yaitu pembolehan masalah indent tadi," Ahmad K.Permana, Sekretaris Jenderal Asbisindo.
Dia mengakui, bila dalam MMQ ini tidak memperbolehkan indent, tentunya tak akan mampu mengerek perbaikan bisnis perbankan syariah. Permana menyebut bahwa 40% pembiayaan rumah di Permata Syariah bersifat indent.
"Fenomenanya sekarang, mana ada rumah baru yang lokasinya bagus dan tidak indent? Kecuali kalau ada rumah bagus yang tidak laku, itu ada," ujar Permana, yang juga menjabat sebagai Head of Bank Permata Syariah.
Permana menambahkan, persoalan indent harus dijawab oleh BI dan DSN. Karena, bila skema MMQ dengan indent ini tidak diperbolehkan, perbankan syariah nasional akan keluar dari pasar potensialnya yang besar.